Monday, February 22, 2010

Memecahkan air batu


Jam menunjukkan pukul 3.21 petang Ahad. Saya sedang di masjid sementara menunggu isteri dan ibunda tercinta menyelesaikan urusan mereka. Tak ramai orang di sini. Ada sebuah halaqah di belakang masjid. 3 orang mad’unya seperti pelajar kolej matrikulasi. Naqibnya berusia mungkin atas sedikit dari saya, tetapi ruggednya hampir sama. Mereka masing-masing membuka terjemahan Al Quran. Mereka perasan apabila saya memandang ke arah mereka. Saya hanya tersengeh dan si naqib membalas dengan senyuman. Terdetik untuk join dengar apa yang dibahaskan, bukanlah segan tetapi bimbang menggangu halaqah mereka itu.

Suasana begini membuat kita sejuk hati dan mata. Halaqah-halaqah begini memang perlu disuburkan kerana ia memacu kepada percambahan minda Islam yang lebih tajam. Jika tidak secara langsung,paling tidak secara tidak langsung ia membantu ke arah penerapan syariat. Andaikata kita dapat melihat suasana begini banyak di masjid-masjid, alangkah indahnya. Suatu yang tidak boleh dinafikan, kehendak umat kepada Islam semakin kuat. Masing-masing mencari aliran pemikiran untuk dijadikan sandaran. Ada yang bertemu tabligh, salafi, HT, Ikhwan, JIM dan paling meluas di Malaysia adalah PAS. Ini adalah satu fenomena yang baik. Kita mungkin ada aliran yang kita yakini dan dalam masa yang sama mengkritik pandangan lain yang kita rasa silap, tetapi kita tetap perlu meraikan kewujudan pelbagai gerakan Islam. Usahlah bersikap pesimistik sesama umat Islam.

Terkadang memang ada gerakan Islam yang bersekongkol dengan pemerintah, ia memang menyakitkan hati. Tetapi usahlah kita men'generalize'kan semua ahli gerakan Islam tersebut sedemikian. Mungkin ada yang terpengaruh dengan dakyah yang dibawa dalam pembinaan mereka. Biasanya yang terjadi, adalah pandangan peribadi atau tafsiran yang tidak tepat terhadap materi pembinaan. Maka salah faham tersebut mungkin terbawa-bawa dan ia menjadi pandangan yang dominan. Saya juga tidak menolak kenyataan sesetengah gerakan Islam ditaja oleh penjajah kufar. Kita boleh lihat semasa akhir zaman khilafah, Perancis dan British berusaha mendampingi dan memberi sokongan kepada aliran-aliran Islam tertentu yang berpengaruh. Begitu juga pada waktu khilafah telah ditawan pada 1918, British mendekati dan memberi bantuan kepada gerakan-gerakan Islam tertentu tertentu terutama di Hindia (sekarang India, Pakistan dan Bangladesh). Maka ramailah orang-orang Islam yang ikhlas inginkan Islam tetapi terpedaya dek ulama’ dan muhadithin mereka yang telah terpedaya dek umpan barat.Ia telah dan terus berlaku tetapi kenyataannya umat semakin sedar, tetapi masih ramai yang belum.

Jika para pembaca mengikuti berita-berita gerakan Islam hari ini, nescaya kita akan menjumpai sebuah gerakan Islam yang tidak habis-habis menyerang Taliban dan Al Qaeda. Gerakan ini juga menyerang Hizbut Tahrir, tetapi serangannya tidak sekuat serangan mereka kepada kedua gerakan tersebut. Apabila kita membaca statement dan pandangan pemimpin mereka nescaya kita akan terdetik, apakah mereka ini telah dibayar oleh kufar untuk menyerang gerakan-gerakan Islam yang mereka label sebagai fundamentalis. Isteri saya dah call, sambung lagi nanti.

Okay… sambung lagi.

Semalam saya sempat menanyakan tentang isu yang berlegar dikotak fikiran saya ini. Jawapan yang saya dapat adalah bahawa Taliban dan Alqaeda ada gerakan Islam yang ikhlas mempertaruhkan jiwa mereka untuk menghalau kaum penjajah dari bumi kaum Muslim. Mereka mungkin juga melakukan kesilapan dalam beberapa misi ketenteraan, tetapi kita perlu ingat bahawa mereka berjuang untuk menghalau US keluar dan menghapuskan segelintir anak-anak orang Islam yang menjadi talibarut dan agen kepada US. US mempropaganda dan memfitnah mereka membunuh orang Islam. Manakala jika ada gerakan Islam yang terpengaruh dan turut menyerang Taliban dan Al Qaeda, mungkin kerana salahfaham mereka terhadap reality yang terjadi.

US sedang berusaha memecahkan Pakistan kepaada 4 negara, Yaman 2, Saudi 3, Iraq 3 , Indonesia juga dan beberapa negara ummat Islam yang lain. Kemudian mereka sentiasa menciptakan isu sempadan yang tidak selesai atau yang disebut no man land. Antara Malaysia-Indonesia, Syiria –Jordan, Saudi-Yaman,Yaman-UAE dan banyak negara ummat Islam yang lain. Dan mereka sedang mahu memecah-mecahkan lagi negara-negara ummat Islam setelah mereka melaga-lagakan pelbagai aliran ummat Islam terutama sunni dan syiah. Maka ummat Islam bermusuhan sesama negara dan aliran. Ini semua dalam rangka mereka menghalang kebangkitan khilafah. Mereka juga telah berjaya merendahkan pemikiran ummat Islam agar tidak terlalu memikirkan tentang khilafah. Maka para pemimpin dan cendekiawan Muslim, mengakui kewajipan khilafah, mendakwa bekerja ke arah itu, namun tidak merasakan ada agenda lain yang lebih utama dari menerapkan Islam dengan menegakkan khilafah. Mereka merasakan ia sesuatu yang terlalu berat, komplikated dan tidak terjangkau dek akal untuk mengusahakannya secara serius. Inilah ais yang perlu kita pecahkan.

Saturday, February 20, 2010

HTM di Al Islam dan Mastika


Hizbut Tahrir secara relatifnya masih baru di Malaysia berbanding gerakan-gerakan Islam sedia ada. Tetapi secara umumnya diperingkat global, HT paling konsisten dengan metodologi dakwahnya sejak ia ditubduhkan hingga kini. Ini diakui sendiri oleh ramai penganalisa barat dan mereka melihat HT adalah gerakan yang paling hampir dalam meraih kekuasaan dalam mendirikan semula Khilafah. Tindakan beberapa negara Arab dan Asia Tengah mengharamkan HT bahkan menjadikan HT lebih subur berkembang. Ini menjadi pengajaran kepada kebanyakan negara Eropah agar tidak mengharamkan HT. Sebaliknya mereka menyuburkan demokrasi agar umat Islam lebih cenderung kepada demokrasi berbanding minhaj nabi yang ditabanni HT. Mereka juga menyuburkan fahaman Islam moderate atau yang juga disebut modenis Muslim agar menjadi penghalang penerimaan Islam yang dibawa HT.



Sebagaimana kebanyakan negara Arab, yang sama sekali tidak memberi liputan baik secara positif mahupun negatif, ini juga yang dilakukan oleh pihak kerajaan Malaysia setakat ini. Sukar sekali untuk kita jumpa liputan berita tentang HTM di media-media massa arus perdana. Jika ada pun, kebanyakkan adalah tentang HT luar negara. Saya kira kesudian AL Islam dan Mastika keluaran Mac mengeluarkan artikel tentang HTM, serba sedikit memberi penjelasan kepada pembaca. Saya tidak nafikan terkadang lebih banyak fitnah yang boleh diperoleh tentang HT di internet. Saya sendiri yang sudah sekian lama belajar dari HT tidak pernah diajar perkara-perkara tersebut, tetapi ia disebarkan melalui internet dan artikel-artikel membuat saya terkejut. Yang menyedihkan ia bukan saja dikeluarkan oleh pemerintah, tetapi segelintir ahli gerakan Islam yang hasad dan dengki.

Monday, February 15, 2010

Memoir Pendakwah Berusia 16 tahun


Saya cemburukan remaja 16 tahun ini. Ia benar-benar memberi saya sebuah inspirasi. Semoga saya ada kekuatan sepertinya, ameen.

Memoir Seorang Tahanan Politik Aktivis Hizbut Tahrir Bernama Muhammad Yang Baru Berumur 16 Tahun

Berikut ini adalah peristiwa yang menimpa saya selama berada dalam penjara Otoritas yang zalim dan biadab:

Setelah menyebarkan pernyataan yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir berjudul, “Otorita Palestina Yang Tunduk Kepada Yahudi Menculik Dan Mengadili Para Aktivis Hizbut Tahrir“, pada hari Sabtu, 23/1/2010, saya pulang ke rumah. Dan sebelum saya sampai, aparat keamanan Abbas sudah sampai duluan di rumah. Mereka menyerahkan pemberitahuan kepada ayah saya. Surat pemberitahuan itu berisi, “Anda harus datang ke kantor investigasi kota“. Namun saya tidak menghiraukannya, dan saya pun tidak memenuhi permintaan mereka.

Dua hari kemudian, tepatnya pada hari Senin, 2512010 datang ke rumah saya pasukan militer untuk menangkap saya. Sementara kemarahan tampak sekali pada diri mereka. Secara kebetulan, salah satu dari mereka ini terjatuh pada saat pengepungan rumah, dan pada saat itu pula, pemimpin mereka mengatakan kepada saya bahwa mereka datang untuk menangkap saya.

Ketika itu saya tidak dalam kondisi siap, saya tidak mengenakan pakaian selain pakaian biasa, dan saya tidak memakai sepatu. Lalu, saya meminta kepada mereka untuk memakai sepatu dulu. Namun, anggota pasukan yang pada marah itu, menolak permintaan saya, bahka mereka menyeret saya ke mobil. Melihat perlakuan biadab mereka ini, maka saya mulai menghardik mereka, dan menyebutnya dengan kata-kata yang memang pantas untuk kebiadaban mereka. Mereka semakin memukuli saya, dan saya pun semakin keras menghardik merekak.

Dan, kemudian mereka memasukkan saya ke dalam mobil. Selama di dalam mobil, mereka tidak henti-hentinya memukili saya, dengan tangan, kaki, dan gagang senapan mereka. Karena terlalu sakit, maka saya pun menjerit, “Cukuplah Allah bagi saya, dan Dia sebaik-baik wakil dalam melawan kalian,” “Cukuplah Allah bagi saya dalam melawan setiap orang zalim, dan mereka yang murtad.” Namun mereka semakin marah dan jengkel, serta pukulan mereka semakin keras, sehingga mereka mendaratkan gagang senjatanya ke kepala saya, punggung saya, kedua kaki saya, dan kedua tangan saya.

Kemudian mereka membawa saya masuk ke dalam markas keamanan mereka. Saya dipertemukan dengan Direktur Pusat. Dan kemarahannya terlihat jelas di wajahnya. Ia langsung menyemprot saya dengan pertanyaan, “Mengapa Anda tidak segera datang, padahal telah sampai pemberitahuan kepada Anda mengenai keharusan Anda datang di markas ini?Apakah Anda hendak meremehkan Otoritas?” Saya tidak menjawabnya. Kemudian ia mulai menanyakan saya dengan pertanyaan-pertanyaan berikut:

“Apakah Anda mengakui Otoritas?”

“Saya tidak akan pernah mengakui legitimasi Otoritas selamanya!” Ia pun semakin marah pada saya.

“Apakah Anda menyebarkan nasyrah atau publikasi?”

“Saya tidak menyebarkan, dan seandainya Anda memberi saya kesempatan, niscaya saya sebarkan. Namun, sayang sekali Anda tidak memberi kesempatan itu pada saya!”

“Siapa yang memberi Anda nasyrah atau publikasi itu?”

“Tidak seorang pun yang memberi nasyrah atau publikasi itu kepada aya.”

Kemuadian, ia kembali lagi ke pertanyaan semula.

“Mengapa Anda tidak mengakui legitimasi Otoritas?”

“Karena Otoritas ini dibentuk berdasarkan kesepakatan Oslo, sementara kesepakatan Oslo batal demi hukum (menurut syariah Islam). Sebab, berdasarkan kesepakatan itu, justru Otoritas telah menyerahkan Palestina kepada Yahudi, dan ini merupakan perbuatan haram. Sehingga setiap yang dibangun di atas sesuatu yang haram, maka ia juga haram, dan tidak sesuai syariah (ilegal). Oleh karena itu, bagaimana mungkin saya mengakui legitimasi sesuatu, sementara Allah tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang sah, dan bagaimana mungkin saya menentang perintah Allah.”

“Kemudian lihatlah tindakan Otoritas Anda, yang melakukan koordinasi keamanan dengan Yahudi; mengejar setiap orang yang ikhlas; sementara kondisi Anda sekarang justru Anda lebin mengutakana berdamai dengan Yahudi dan menjaga keamanannya, dari pada memerangi negara Yahudi, menendangnya, dan mencabut pemukiman dari akarnya, bahkan Anda menerima pembekuan pembangunannya hanya untuk sementara saja; lalu Anda mengabaikan pengembalian para pengungsi ke rumah mereka, bahkan Anda menjadikannya hanya hak untuk kembali, yang bisa saja diganti dengan kompensasi; dan setelah Anda menembaki (memerangi) Yahudi, justru Anda sekarang menandatangani perjanjian di mana Anda melarang setiap orang menembaki (memerangi) Yahudi, bahkan tidak hanya melarangnya tetapi juga menangkapnya, memenjaranya, dan tidak jarang hingga Anda membunuhnya. Kemudian, Anda menginginkan saya mengakui legitimasi semua ini, bodoh benar!!”

Ia semakin marah bahkan hingga batas yang tidak wajar. Ia tidak lagi menanggapi argumen dengan argumen, sebaliknya ia menghardik dan berteriak dengan mengeluarkat kata-kata kotor, menghina dan mencaci Hizbut Tahrir, para aktivisnya, dan amirnya. Sehingga saya tidak lagi menemukan kata-kata yang lebih buruk untuk menanggapinya.

Tidak lama kemudian, ia memanggil para algojonya. Mereka mendudukkan saya di atas kursi. Dan ia pun kembali menampari saya beberapa kali. Sementara para algojonya menjadikan tangan saya di belakang kursi, dan menariknya dengan kuat, hingga saya merasa bahwa tangan saya hampir patah. Ia berteriak, “Apakah Anda mengakui legitimasi Otoritas?” Saya juga berteriak, “Tidak! Saya tidak akan pernah mengakuinya!” Kemudian saya katakan kepadanya, “Bagaimanapun usaha Anda mengintimidasi saya dan memukuli saya, semua sia-sia saja. Sebab, saya tidak akan pernah mengakui legitimasi Otoritas, dan tidak akan pernah keluar dari Hizbut Tahrir, yang merupakan denyut nadi darah saya, bahkan seandainya Anda memotong pembuluh darah saya, niscaya Anda akan melihat darah murni Hizbut Tahrir yang mengalir, dan sekali lagi saya katakan bahwa saya tidak akan pernah keluar dari Hizbut Tahrir, sebab Hizbut Tahrir ada di atas kebenaran, sementara Anda ada di atas kebatilan dan kesesatan, pemikirannya benar dan metodenya sesuai syariah.”

Kemudian pemukulan berhenti, dan saya pun diseret ke ruang investigasi, yang tampak tenang. Lalu, diajukan kepada saya beberapa pertanyaan, tentang nama saya, umur saya, alamat rumah saya, apa yang saya lakukan, dan apakah saya aktivis Hizbut Tahrir atau bukan. Saya menjawab semua pertanyaan itu. Kemudian, ia bertanya tentang penyebaran nasyrah (publikasi). Saya jawab, “Saya tidak melakukan, seandainya Anda memberi saya kesempatan, niscaya saya lakukan.” Kemudian, ia bertanya pada saya tentang siapa yang memberikan nasyrah (publikasi) itu pada saya. Saya tidak menjawab apa yang ia tanyakan.

Setelah selesai investigasi itu, kemudian saya dimasukkan ke dalam ruang tahanan. Dan pada akhir malam, Direktur Pusat datang ke ruang tahanan didampingi pasukan pengawal untuk menanyakan tentang pengakuan saya atas legitimasi Otoritas. Namun jawaban saya tidak berubah. Kemudian, ia bertanya pada saya, “Apakah Anda yakin dengan apa yang ada dalam nasyrah (publikasi) itu?” Saya mengatakan kepadanya, “Saya sangat yakin seyakin-yakinya, bahkan saya meyakinkan setiap hurup sekalipun yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir sejak 1953. Sehingga bagaimanapun usaha Anda pada saya, dan Anda menyiksa saya, maka Anda sama sekali tidak akan pernah mampu menggoyah dan mengalahkan keyakinan saya.” Mendengar itu, wajahnya tampak merah dan sangat marah. Kemudia, ia dan para pengawalnya memukuli saya berkali-kali dengan keras.

Dan pagi harinya, mereka memindah saya ke Markas Besar Investigasi di kota al-Kholil (Hebron). Ketika kami sampai di sana, saya meminta untuk dibawa ke tempat layanan medis. Dan sayapun benar-benar pergi ke sana. Sehingga saya berhasil bertemu ibu saya yang sedang sakit untuk meyakinkannya bahwa saya baik-baik saja. Kemudian saya berkata kepadanya, “Jangan pernah datang ke sini lagi, dan menemui seseorang di antara bajingan-bajingan di sini. Saya baik-baik saja, dan jangan khawatir tentang keadaan saya.”

Kemudian, saya dimasukkan ke ruang investigasi, lalu ia bertanya kepada saya:

“Siapa yang memberi Anda publikasi-publikasi itu? Dimana Anda menyebarkannya, dan berapa jumlahnya? Apakah Anda yakin dengannya? Mengapa Anda mencaci kami?”

Saya menjawab tidak seperti yang ia inginkan. “Saya tidak menyebarkan apa-apa. Dan Anda tidak memberi saya kesempatan untuk menyebarkannya. Sekiranya Anda memberi saya kesempatan untuk menyebarkannya, tentu saya melakukannya. Dan saya sangat yakin seyakin-yakinnya dengan isi publikasi itu; dan jumlahnya 6. Oleh katena itu, kami katakan apa yang dapat kami katakan terkait Otoritas bahwa Otoritas ini begitu rendah dan hinanya di mata kaum kafir pendudukan, mengingat satu jeeb saja di antara jeeb-jeeb Yahudi telah membuat Anda bersembunyi di markas Anda. Dan inilah faktanya, baik Anda akui atau tidak.”

Lalu, ia berkata kepada saya bahwa teman Anda, Abdullah telah mengakui tentang Anda. Ia berkata bahwa ia yang telah memberikan Anda nasyrah (publikasi) itu. Saya katakan bahwa perkataan itu sama sekali tidak benar. Dan seandainya Abdullah mengakui sekalipun, maka Anda tidak akan bisa membuat saya mengakui tentang seorang pun. Bahkan sekalipun Abdullah datang dan berkata, “Saya yang memberi Anda nasyrah (publikasi) itu”, maka saya tetap tidak akan mengakui tentang seorang pun. Untuk itu, pertemukan saya dengan teman saya supaya kita tahu siapa yang dusta. Kemudian mereka menghadirkan teman saya, dan mereka berusaha menyakinkan di anrara kita. Dimana saya melihatnya bahwa mereka berkata kepada teman saya bahwa saya telah mengakui tentang dia. Namun, justru aebuah kebenaran yang tampak ketika kami dipertemukan. Posisi mereka sungguh tersudut dan memalukan, sebab teman saya justru berkata kepada mereka, “Bahwa Anda benar-benar kaum pendusta.”

Kemudian, ia meminta saya untuk menandatangani sebuah perjanjian, namun saya menolak. Pada saat itu, ada beberapa paman saya yang datang mengunjungi saya, dan menyakinkan saya. Tampaknya mereka telah menerima sebagian dari kezaliman, yang disampaikan kepada mereka, bahwa mereka akan membebaskan saya jika saya telah menandatangani perjanjian.

Ketika pertemuan berlangsung, maka paman-paman saya berkata kepada saya, “Wahai keponakan, ingat ibumu sedang sakit karena keberadaanmu di penjara, maka janganlah kamu menambah beban dan penderitaannya. Kamu tinggal menandatangani perjanjian ini, dan pergi bersama kami.” Saya berkata kepada mereka, “Janganlah kalian menekan saya, sebab ibu saya baik-baik saja. Saya ingin kalian mendukung dan meneguhkan sikap saya, dari pada kalian menekan saya. Sungguh! Saya tidak berharap sikap seperti ini datang dari kalian! Dan ingat! Selamanya saya tidak akan pernah menandatanganinya, sekalipun saya sampai busuk di dalam penjara.” Salah seorang paman saya berkata, “Jika ini yang kamu inginkan, maka bertawakkallah pada Allah, niscaya Allah pasti melindungimu.”

Kemudian, setelah sehari, saya dipindahkan ke penjara remaja. Dan di penjara ini saya tinggal selama dua hari tanpa dilakukan investigasi apa pun, kecuali suatu usaha pada hari terakhir yang dilakukan oleh direktur penjara remaja untuk meyakinkan saya agar menandatangani sebuah perjanjian hingga akhir cerita. Namun, semuanya tidak ada yang berhasil menyakinkan saya.

Dua hari kemudian, saya dipindahkan ke Jaksa Militer di pusat kota. Dan saya tinggal bersama mereka selama tiga hari. Mereka menginvestigasi saya lebih dari sekali dan dengan pertanyaan yang sama. Salah satunya adalah pertemuan dengan Jaksa (Penuntut Umum) Militer. Di mana ia menanyakan beberapa pertanyaan kepada saya, seperti pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Namun, ia berbeda dari yang lain, sebab ia begitu tenang, sampai ia bertanya pada saya tentang sejauh mana keyakinan saya terhadap Hizbut Tahrir yang saya menjadi anggotanya. Saya menjawab bahwa saya terlah bergabung dan menjadi anggota partai yang agung, pemikirannya jelas, metodenya dikenal dan sesuai syariah; Hizbut Tahrir mengemban kebaikan Islam untuk semua manusia; Hizbut Tahrir bekerja dengan sekuat tenaga dan tekad yang kuat untuk menyelamatkan manusia dari kesengsaraan; dan suatu hari nanti Hizbut Tahrir yang agung ini juga akan menjadi penyelamat bagi Anda dari kehinaan yang Anda buat sendiri. Mendengar itu, ia pun sangat marah. Dan ia mulai mencaci Hizbut Tahrir, amirnya, dan para aktivisnya. Sikapnya itu telah membakar kemarahan saya, maka saya membalasnya melebihi apa yang ia katakan. Ia semakin marah, bahkan ia mengancam kelanjutan pendidikan saya dan masa depan saya. Kemudian, ia memerintahkan penjara 15 hari bagi saya. Dan kemudian mereka membawa saya kembali ke penjara.

Kemudian mereka kembali membawa saya kepadanya. Ia mulai bersumpah dan mengancam hingga saya menandatangani perjanjian. Namun, saya tidak menanggapinya dan tidak mempedulikannya. Kemudian ia berkata, “Sungguh, saya akan memaksa Anda untuk menandatanganinya.” Saya tetap tidak mempedulikannya. Kemudian, ia memanggil 6 orang pengawalnya. Ia meminta mereka untuk mendudukkan saya di atas kursi, yang 4 orang memegang tangan kiri saya dan menariknya ke belakang punggung saya, sementara yang 2 orang berusaha menaruh pena di tangan saya, namun saya melawan dan menggenggam tangan saya erat-erat hingga pena tidak dapat masuk. Dan Alhamdulillah, mereka tidak berhasil.

Selanjutnya, datang Wakil Jaksa (Penuntut Umum), dan membawa saya ke dalam ruang yang lain. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia tidak setuju dengan metode kekerasan yang digunakan terhadap saya untuk memaksa saya menandatangani perjanjian. Ia mulai berbicara dengan kata-kata yang manis dalam upaya untuk meyakinkan saya agar mahu bertanndatangan, seperti perkataannya, “Ini bukan apa-apa, ini hanya sekedar kertas yang tidak penting.” Ia menyodorkan kertas kepada saya agar saya menandatanganinya. Saya membacanya, dan saya berkata, “Saya tidak akan pernah bertandatangan.” Kemudian, ia menyodorkan kertas lain, dengan cara lain, lalu saya katakan, “Saya tidak akan pernah bertandatangan.” Kemudian, ia berkata kepada saya, “Bertandatanganlah di atas kertas putih ini!” Saya berkata, “Subhanallah! Saya tidak mungkin menandatangani sesuatu yang tidak jelas?”

Kemudian ia menyodorkan kertas putih kepada saya, dan berkata, “Tulislah apa yang Anda inginkan, lalu tandatanganinya.” Saya merobek kertas itu. Kemudian, ia memberi saya kertas lain, dan berkata kepada saya, “Berpikirlah! Tulislah apa yang Anda inginkan, lalu tandatanganinya.” Saya pun berpikir. Lalu saya menulis di atas kertas itu teks berikut ini:

“Saya yang bertanda tangan di bawah ini, fulan bin fulan, dari kota ini, tinggal di tempat ini, diantara syabab (aktivis) Hizbut Tahrir, dimana saya begitu bangga dapat bergabung dengannya. Saya memutuskan bahwa saya akan tetap bergabung dengan Hizbut Tahrir, melakukan dakwah kepada kebaikan (Islam), amar makruf nahi mungkar, melakukan perjuangan politik, serangan pemikiran, serta akan selalu berpartisipasi dalam setiap kegiatan Hizbut Tahrir dan aktivitasnya, seperti masirah (unjuk rasa), dan sebagainya.” Dan kemudian saya menandatanganinya.

Ia memperhatikannya, kemudian ia tampak mengahapus beberapa hal yang aku tidak tahu maksud dari tindakannya.

Kemudian setelah itu baru ia memerintahkan untuk melepaskan saya. Mereka membawa saya ke sebuah kota yang saya tidak mengenali jalannya. Saya tidak tahu bagaimana saya pergi dan ke mana saya harus pergi. Sementara, saya tidak ada uang sama sekali untuk ongkos naik kendaraan untuk pulang kembali ke kota saya. Sehingga akhirnya Allah mengirim orang baik kepada saya untuk membantu saya pulang kembali ke rumah saya.

Inilah apa yang terjadi pada saya. Dan hanya kepada Allah, saya memohon pahala, ampunan, kesehatan, dan kekuatan.

Sumber: hizb-ut-tahrir.info, 10/2/2010

Saturday, February 13, 2010

Riba 79.9 %


Masalah subprime mortgage masih belum selesai, tetapi kini di U.S sudah ada subprime credit card. Interestnya boleh mencecah 79.9 % p.a . Inilah namanya kapitalisme, riba' dan liberalisme menjadi asas sistem ekonominya. Adakah ia akan sampai ke Malaysia? Sebagaimana subprime mortgage yang sebenarnya setup telah wujud di Malaysia( belum sempat beroperasi secara meluas kerana krisis telah berlaku), saya melihat ia ada kemungkinan diaplikasikan di Malaysia. Tetapi tidak sekarang. Jadi bila? Pada hemat saya, apabila aplikasi kredit kad di Malaysia semakin meluas. Kemudian banyak permintaan dari consumer sub prima (black listed) untuk menggunakan kredit kad ini. Bank pula melihat ada peluang perniagaan dari golongan walaupun risikonya tinggi. Pada masa tersebut, apa yang dipraktikkan oleh mahaguru mereka di US akan cuba disesuaikan di Malaysia.

------------------------------------------------------------------------------------

APR Shocks Many, but Issuer Says They Are Pricing for the Risk

If you have bad credit in the new era of credit card regulation, be prepared to pay -- dearly -- for the privilege of using credit. That's the message underlying recent credit card offers that feature jaw-dropping interest rates of up to 79.9 percent.


The sky-high rates may be a sign of things to come in the market for so-called subprime credit cards as issuers who lend to the riskiest of borrowers try to figure out how to stay in business and comply with the new credit card reform law.

"We need to price our product based on the risk associated with this market and allow the customer to make the decision whether they want the product or not," according to a statement issued by Miles Beacom, CEO of Premier Bankcard, the South Dakota credit card marketer that mailed test offers in September and October featuring 79.9 percent and 59.9 percent annual percentage rates (APRs) on cards with $300 credit limits. Premier markets credit cards issued by First Premier Bank.

Yes, It's Legal


A national bank charging 79.9 percent interest on a credit card is legal -- as long as the issuer fully discloses the terms as required by the federal Truth in Lending Act. Still, the high rate has been met with shock across the country because it is so much higher than prevailing APRs and penatly interest rates. The CreditCards.com Weekly Rate report national average for bad credit credit cards was 14.15 percent on Feb. 12.

The high interest rate offers may add urgency to an ongoing debate on Capitol Hill over reinstituting nationwide usury rates that cap credit card interest rates. On Dec. 11, a lawmaker introduced a bill in the U.S. House of Representatives to cap credit card rates at 16 percent -- the latest attempt among several in recent years to limit rates. The powerful and well-financed banking lobby has successfully quashed those efforts.

Credit counselors warn consumers to be sure they read the fine print of these new offers and seek advice about other options before signing up for the cards.

"Anyone who feels they have no choice but to get one of these should get help from a credit counselor," advises Sandy Shore, a counselor with Novadebt, a New Jersey-based consumer credit counseling agency. "There are other alternatives, like a debit card or even a secured card. The counselor can give the consumer other ways to reestablish their credit, depending on their circumstances."

Law Limits Upfront Fees

New restrictions in the Credit CARD Act of 2009 limit the upfront fees credit card issuers can charge on subprime accounts. The low-credit, high-cost cards, known as fee harvesting credit cards, are issued to people with bad credit or no credit history and feature credit limits of $500 or less. Issuers typically charge a slew of fees at the outset to compensate for the risk of lending to people with poor repayment histories. Starting Feb. 22, 2010, the law will limit upfront fees to no more than 25 percent of the available credit on the account.

As a result, subprime credit card marketers are testing the waters with offers that essentially shift the pricing on their products from upfront fees to high interest rates.

The First Premier card's test offer featured a $75 upfront fee -- exactly 25 percent of the card's credit limit, as the new law mandates. "Because of the new regulations that limit the fees on a credit card to 25 percent of a credit card's line, we will need to shift the premium from upfront fees on risk to the interest rate," Beacom says. "We have to be able to price the product to offset the risk."

In December, the bank's regular Gold card, as advertised on its Web site, include a 9.9 percent APR and the following upfront fees: $29 account setup fee, $95 one-time program fee, $48 annual fee and a $7 monthly servicing fee.

"There's 70 million people out there who have been identified with problem credit," says Beacom, adding those are people with FICO scores lower than 640. "These are people who have had problems with their credit in the past."

He likened people with bad credit to bad automobile drivers who must pay higher auto insurance premiums if they want to continue driving. "These are people who have had those same accidents or speeding tickets with their credit."

He adds: "It's going to be very difficult for these individuals to obtain credit after February."

Prior to the credit crunch, a subprime borrower might take eight to 16 months to build a good enough credit record to qualify for lower interest rates on prime cards. Today, however, because the prime lenders have dramatically tightenend their credit standards, it could take 16 to 24 months or longer to build their credit.

Competitive Market Changes


In addition to Premier, the Nevada-based Credit One Bank has also mailed out offers featuring different fee structures, according to Andrew Davidson, senior vice president of Mintel Comperemedia, a Chicago direct-mail research consulting firm. Mintel is tracking how credit card offers are changing in light of the credit card law restrictions. "The indication here is that the subprime issuers are looking at ways to work within the new law," Davidson says. "Some suggest they will stop operating in that space, but the reality is there are always going to be people who need to establish credit and rebuild their credit."

He notes that while many credit card issuers scaled back direct mail card offers during the recession, "First Premier has consistently been mailing during the downturn." The reason: Demand is high among people with bad credit. "If they can work around these laws so that they can have a business model that works, they can continue to have a successful operation," Davidson adds.

One of First Premier's competitors in the subprime credit card market, CompuCredit, apparently could not find a model that worked for them while complying with the new law. Under fire from consumer advocates, facing lawsuits and mounting losses, CompuCredit decided to stop marketing the high-fee cards to bad-credit consumers.

Credit One's Platinum Visa card offer mailed in August 2009 featured a 23.9 percent APR and a range of annual fees that were card law compliant, that is, no more than 25 percent of the credit limit on the card, according to Mintel.

An spokeswoman for HSBC, another marketer of subprime cards, said it has no plans for testing. Premier's Beacom says the new regulations may make it impossible for subprime issuers to continue to make money in that high-risk niche market.

"The cost of funding for these products is very difficult these days," he says, noting that his competitors are also testing different product offerings. "One, many or maybe all" of the subprime issuers could go out of business, he says.

Beacom says it's too early to tell if the 79.9 percent card offers will last. It normally takes them nine to 12 months to analyze the results of a test product.

Customers who sign up for the high-interest card and want to back out can get full refunds and close the accounts, Beacom says.

"From our initial research we know that 83 percent of the people who accepted the offer are fully aware of the interest rate they are receiving and the purpose of the credit card to help re-establish credit. If anyone accepts the offer and didn't fully understand it or no longer wants it they can take advantage of our full refund of fees policy."

Response to 79.9% Offer 'Phenomenal'


Has First Premier gotten any takers on the 79.9 percent cards? Beacom called the response "phenomenal," adding 2 percent of people receiving the offers have applied for the cards. Their normal response rates is 1 percent to 1.2 percent, he says. "It's double what our normal product was."

Shore, the New Jersey credit counselor, urged consumers not to jump at the first high-interest offer they receive. "I would caution anyone who is considering a card like this to wait. Other credit card issuers will be adjusting their products and there may be better alternatives coming out," Shore says.

"No one should be shocked at the interest rate on [the First Premier] card," Shore notes. "These cards are being marketed to consumers with very poor credit. The APR is actually much lower than the old subprime cards because the fees are much less."

In other words, when you added up all the fees on the old cards, they're the dollar equivalent of a huge interest rate on the amount borrowed. (For example, $250 in fees on a $300 credit limit would amount to an 83 percent interest rate.)

"If someone wants to take a chance on a card like this, they should use it only as a convenience and pay the whole thing off when the bill comes," Shore adds. "Many consumers who have credit that poor do not have good credit habits and are likely to carry balances."

Beacom from Premier says the astronomic interest rate will only affect revolvers -- people who do not pay their entire balances off each month. "People pay it off every month, they pay no interest," he adds.

Those getting the offer have a choice, Beacom says.

"If everything is fully disclosed, if they want it fine, if they don't want it fine," he adds."People should be able to make that decision rather than the government cutting off access and saying they know best."

"Our goal is really to keep these lines controlled because these are people who have had problems in the past," Beacom says. "It's really to help build up the discipline without them getting into credit trouble again."

"Whether it works or not, time will tell," he adds.

Monday, February 8, 2010

Brain Drain: Manifestasi Kebodohan Pemimpin

Nampaknya saya dah jadi weekly blogger, menulis seminggu sekali. Nak menyambung ‘Jawapan Itu Tiada Sekarang Part 2’ tapi mood penulisan tidak ke arah itu. Ada sesiapa yang baca The Star Sabtu 6 Februari lepas? Muka hadapan sisipan Star Biz Week bertajuk Brain Drain dengan lakaran penumpang turun dan naik kapal terbang, menarik perhatian saya.



Artikel-artikel berkenaan rencana 4 muka surat ini, mendedahkan scenario penghijrahan ramai golongan pakar dan teknokrat dari Malaysia ke negara lain. Pelbagai data didedahkan. Antaranya berdasarkan sumber dari MOSTI terdapat 785000 rakyat Malaysia yang menetap di luar negara. Kohilan Pillay pula mendedahkan terdapat seramai 304358 rakyat Malaysia yang berpindah ke negara lain dalam tempoh Mac 2008 hingga Ogos 2009. Manakala sebuah kajian antarabangsa menunjukkan terdapat lebih dari 20000 saintis dan jurutera yang berasal dari Malaysia yang berkhidmat di luar negara terutama di US dan Australia. Stewart Forbes, Pengarah Eksekutif Malaysian International Chambers and Commerce and Industry (MICCI) mendedahkan factor utama brain drain ini disebabkan peluang pendidikan yang kurang (baca: ketidakadilan dalam peluang pendidikan) dan juga kualiti pendidikan itu sendiri.

Kerajaan cuba menarik para teknokrat ini balik ke Malaysia melalu Progam Brain Gain. Terdapat sebilangan kecil yang ingin kembali, bukan kerana tawaran gaji yang menarik atau peluang kerjaya, tetapi sekadar untuk balik kampung. Bilangannya sangat sedikit. Tetapi pelbagai kerenah birokrasi seolah menghalang mereka balik. Antaranya bagi para doctor diwajibkan berkhidmat selama 3 tahun di hospital kerajaan terlebih dahulu. Tangga gajinya tidak dinyatakan, tetapi apakah doctor pakar mahu balik ke Malaysia dengan tangga gaji biasa? Akibatnya ramai yang tidak mahu balik dan ada juga yang balik ke Malaysia tetapi tidak mengamalkan lagi profesion perubatan mereka. Paling mendukacitakan ada permohonan yang ditolak kerana permohonan dikemukakan setelah doctor tersebut mereka balik ke Malaysia. Antara persoalan yang dikemukakan oleh para saintis dan teknokrat , di manakah mereka boleh bekerja dan sejauh mana mereka boleh meneruskan kajian mereka. Suatu scenario yang jelas adalah para doctor, saintis, jurutera dan teknokrat ini tidak nampak ada peluang yang sesuai dengan kepakaran mereka di Malaysia selain gaji yang tidak setimpal, malah ia banyak ditentukan oleh golongan politik.

Realiti yang dipaparkan ini merupakan satu kerugian yang besar bagi mana-mana negara. Sesebuah negara memerlukan ramai cerdik pandai untuk membangunkan negara. Fenomena di mana golongan ini berhijrah dan mengamalkan kepakaran mereka di negara lain, merupakan petunjuk bahawa negara tersebut mengalami masalah dalam jentera pentadbiran. Ia menggambarkan bahawa negara tersebut bukanlah negara yang dinamik. Melihat akar permasalahan ini ia boleh dilihat dari 2 aspek. Pertama, Malaysia bukanlah negara pengembang ideologi seperti Amerika Syarikat (US). Inilah aspek utama yang hendak saya ulas. Kedua, Malaysia bukanlah negara yang berorientasikan teknologi seperti Jepun, German, Korea, Perancis dan negara-negara maju lain. Di Malaysia peluang peningkatan kerjaya lebih member kelebihan kepada golongan pentadbir dan mereka yang mempunyai hubungan politik. Ia mirip seperti Britain, tetapi Britain mempunyai tradisi ideologi yang kuat, sedangkan Malaysia tidak.

Selama 1300 tahun Khilafah pernah menjadi pengambang ideology Islam ke seluruh penjuru dunia. Posisi itu kemudian diambil alih ideology kapitalisme dengan dulu Britain dan sekarang Amerika Syarikat. Soviet pernah menjadi negara pengambang ideologi sosialisme, tetapi telah hancur. Realitinya hari ini Amerika Syarikat sedang menjadi pengendali ideologi kapitalisme, diterap dan dikembangkan di seluruh penjuru dunia. Kedudukan negara pengembang ideology ini berbeza sama sekali dengan negara yang menjadi sasaran penerapan. Negara seperti Malaysia, Indonesia, Arab Saudi, India, Jepun dan banyak lagi negara-negara di dunia adalah negara yang menjadi sasaran penerapan ideology kapitalisme oleh US. Negara pengembang ideology mestilah mendahului dari segenap aspek agar mempunya kekuatan secara paksa mahupun sukarela untuk diterapkan ideology ke atas negara-negara lain. Prof P. Samuel Huntington menjelas kekuatan ini ada 2, iaitu soft strength dan hard strength. Soft strength adalah kekuatan ideology, pemikiran, ekonomi, politikcara hidup, budaya yang dapat diterapkan. Sedangkan hard strength adalah kekuatan military dan teknologi. Gabungan kekuatan inilah yang mesti ada pada sesebuah negara pengembang ideology. Sememangnya kita nampak realitinya ada pada hari ini.

US menerapkan ideology kapitalisme ke seluruh penjuru dunia sehingga pemikiran penduduk dunia berjaya disekularkan. Buktinya, pemikiran politik dunia hari ini adalah demokrasi, ekonominya liberal sementara undang-undang pula sekular. Dalam masa yang sama negara pengembang ideology mesti mempunya kekuatan teknologi dan ketenteraan yang paling canggih. Kekuatan teknologi dan ketenteraan adalah manifestasi dari kedudukan sebagai negara pengembang ideology, ia satu kemestian. Maka, US mengimport para saintis dan teknokrat ini dari pelbagai negara seperti terutama India dan negara Arab untuk menjalankan misi pembangunan teknologi.

Khilafah Islam apabila ia tertegak juga akan melakukan perkara yang sama malah lebih lagi. Khilafah sebagai sebuah negara yang menerap, menjaga dan mengembangkan ideology Islam memerlukan kekuatan pemikiran Islam dikalangan umat. Kekuatan pemikiran Islam inilah yang menjadi kekuatan utama negara Islam. Hasil dari ketinggian pemikiran Islam ummat menjadi dinamik dan terkedepan. Pembangunan teknologi dan ketenteraan adalah manifastasi dari ketinggian pemikiran yang ada pada ummat Islam. Daya menganalisa dan mengkaji akan membangun pesat menghasilkan penemuan-penemuan baru yang tidak mampu dihasilkan oleh peradaban lain dalam mana-mana kurun. Malah para pakar dari negara luar akan berlumba-lumba datang ke Khilafah kerana polisi Khilafah yang sangat mendokong pengkajian dan pembangunan teknologi seumpama ini. Inilah yang telah terjadi semasa Khilafah meneraju dunia suatu masa dahulu dan ia akan berulang kembali apabila khilafah Islam buat kali kedua kembali tidak lama lagi.

Monday, February 1, 2010

Menjeling ke Davos World Economic Forum 2010


Lama dah tak menulis di blog ini walaupun setiap hari saya mengadap laptop dan internet. Tetapi banyak urusan lain yang perlu didulukan. Dalam kesibukan, sempat juga saya menjeling ke World Economi Forum di Davos yang baru selesai. Tidaklah terlalu mengikuti kerana saya sendiri telah menjangkakan isu-isu yang dikemukakan adalah isu lapok yang telah lama diutarakan berulang kali. Malah isu yang hampir sama juga diutarakan seperti dalam persidangan terakhir pada 2009 di Dubai. Isu tetap sama iaitu kerapuhan sistem ekonomi, kegagalan sistem perbankan, pasaran modal, tenaga, perubahan suhu dunia, perkembangan China, kebuluran dan lain-lain isu yang kerap kali diutarakan. Cuma kali ini kebanyakan pakar membentangkan kertas kerja yang lebih fokus kepada kerapuhan sistem ekonomi, pasaran modal dan perbankan. Pelbagai mekanisme dicadangkan oleh para pemikir ini. Suatu yang menarik apabila Archbishop juga dijemput memberikan pandangan. Malah sebelum ini ada pakar yang cuba menonjolkan beberapa aspek dalam sistem ekonomi Islam sebagai alternatif. Nampaknya golongan kapitalisme mula membuat sesuatu yang boleh dikatakan berlawanan dengan fahaman fundemantal mereka.

Apa yang dibincangkan dalam forum ini walaupun kebanyakannya dalam bentuk persetujuan dan idea, tetapi ianya menjadi idea kepada para pemikir ekonomi kapitalis untuk diterapkan sesuatu kepada polisi ekonomi negara masing-masing. Sudah pasti pelbagai tindakan ekonomi dan politik akan diambil untuk memastikan permasalahan ketidaktentuan ekonomi di hampir semua negara dapat distabilkan. Bagi konteks Malaysia pihak seperti Bank Negara, MTEN, MIEF adalah pihak-pihak yang bertanggungjawab menjadi think tank dan pembuat polis-polisi untuk memastikan keberlangsungan sistem ekonomi ini.

Apa yang permasalahan yang sebenarnya telah disedari oleh sesetengah pakai ekonomi kapitalis ini, adalah asas bagi sistem ekonomi itu sendiri. Mereka bukan sekadar memerlukan rombakan mekanisme, tetapi rombakan sistem. Inilah fakta yang sukar diakui oleh para pakar ini. Bagi kita yang beragama Islam, penyelesaiannya adalah sistem ekonomi Islam. Perkara paling asas yang membezakan sistem ekonomi Islam dengan kapitalisme, adalah asas ekonomi Islam adalah pengagihan kekayaan. Sedangkan bagi ekonomi kapitalisme asasnya adalah pengeluaran yang mana keadaan ekonomi sesebuah negara di ukur dari keluarannya; KNK dan KDNK. Maka mereka lebih banyak produk dan perkhidmatan menjadi salah satu penentu aras kekuatan ekonomi dan pengeluaran matawang. Sedangkan dalam Islam, asas kepada ekonomi adalah pengagihan agar mana semua bentuk kepemilikan (milkiah) yang ditunjukkan oleh syara' dapat dilaksanakan. Islam membezakan antara kepemilikan harta dan pengembangan harta yang mana ia bertujuan bahawa semua lapisan masyarakat memperoleh keperluan mereka secara makruf. InsyaAllah jika kita memahami sistem ekonomi Islam, gambaran apa yang saya maksud tersebut akan jelas terpancar.