Jumlah massa yang cukup besar ternyata tidak membuat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) tergoda masuk ke parlemen. Padahal, partai politik yang lolos menjadi peserta Pemilu 2009 saja, ada yang diragukan basis massanya.
“Dengan posisi saat ini, gerakan HTI menjadi lebih efektif. Orang melihatnya lebih tulus, karena tidak ikut-ikutan masuk ke dalam politik praktis,” kata Juru Bicara HTI Muhammad Ismail Yusanto beserta jajaran pengurus pusat HTI saat berkunjung ke redaksi Media Indonesia, Jakarta, Rabu (13/11).
Menurut Ismail, dengan posisi seperti ini pula, HTI lebih mudah diterima berbagai kalangan. “Masuk ke politik praktis tidak relevan dengan perjuangan yang kami lakukan. Dengan berada di’luar’, kami bisa masuk ke masjid, kampus, hingga partai politik, termasuk ke PDI Perjuangan,” ujarnya.Pada bagian lain, ia menegaskan krisis global membuktikan bahwa kapitalisme telah gagal. ”Kapitalisme justru menjadi bagian dari masalah. Karenanya, HTI menegaskan perlunya mengadopsi ekonomi syariah sesuai dengan ajaran Islam yang bebas dari unsur riba (bunga) dan judi,” ungkapnya.
Namun, Ismail menolak jika gerakan HTI diidentikkan dengan parlemen jalanan seperti yang selama ini banyak digambarkan media massa. “Aksi demo itu kan hanya salah satu dari 100 kegiatan Hizbut Tahrir,” tegasnya.HTI, tambahnya, tidak menggunakan kekerasan untuk menyampaikan gasan-gagasan mereka. “Kami memandang sejauh ini yang penting adalah apakah gagasan kami itu masuk dan bisa diterima masyarakat. Tidak harus berada di perlemen,” kata Ismail.HTI juga menampik anggapan bahwa gerakan mereka bersifat primordial dan hanya untuk kepentingan kelompok tertentu.”Kami bekerja untuk kepentingan negeri ini. Dakwah untuk ke arah perubahan yang lebih baik,” tandasnya.Lebih lanjut, ia mengemukakan pandangannya tentang krisis global yang tengah melanda dunia.
Menurutnya, yang terjadi saat ini merupakan akibat dari penerapan sistem kapitalisme. Kapitalisme justru menjadi bagian dari masalah, bukan solusi atas krisis ekonomi dunia.Menyikapi hal ini, HTI kembali menegaskan perlunya mengadopsi ekonomi syariah sesuai dengan ajaran Islam yang bebas riba dan judi.
Ismail juga mengkritik dualisme sistem perbankan saat ini yang menerapkan sistem bank konvensional beriringan dengan syariah.“Bagaimana mungkin dua sistem yang berlainan menjadi satu. Sistem bank konvensional itu kontradiktif dengan ekonomi syariah,” ujarnya.HTI meminta agar sebagian kalangan tidak berpikiran buruk dan keburu alergi dengan upaya penegakkan syariah Islam di Indonesia, karena penerapan hukum tersebut tetap mengakomodir dan melindungi hak serta kepentingan warga nonmuslim.[hti]
No comments:
Post a Comment